ALIRAN QODDARIYAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
1435
H / 2014 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul Aliran
Qoddariyah.
Selesainya
penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada :
1.
Dosen
pengampu Mata Kuliah Ilmu Kalam dan Tauhid yang telah memberikan tugas,
petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2.
Secara
khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman
tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar
kepada penulis.
3.
Teman-teman
satu kelompok, berkat bekerjasamanya
sehinga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Aliran Qoddariyah. Menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Wassalamu’alaikum.
Metro,
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL................................................................................ i
KATA
PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR
ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aliran Qadariyah.............................................................. 3
B. Sejarah
Kemunculan Aliran Qadariyah............................................. 4
C. Tokoh
Aliran Qadariyah..................................................................... 6
D. Sekta
Qadariyah................................................................................ 7
E.
Paham Teologis Qadariyah............................................................... 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam
adalah agama rahmatan lil`alamin
yang majemuk yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan rasul-Nya Muhammad
SAW di muka bumi ini.
Kemajemukan
islam terlihat pada beragamnya pendapat para ulama islam khususnya dalam bidang
fiqih, dan hal tersebut tidak menjadi masalah selama tidak bertentangan dengan
sumber hukum utama dalam islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.
Meskipun
mentolerir keberagaman, dalam hal tauhid islam tidak akan pernah mentolerir
adanya keberagaman, didalam islam Allah itu Esa dan sampai kapanpun Allah tetap
Esa dan jika ada pendapat yang meragukan hal tersebut maka secara otomatis ia
dapat dikategorikan sebagai kafir.
Keberagamann
islam juga terlihat dari banyaknya aliran teologi yang juga memiliki konsep
pemikiran yang beragam bahkan ada beberapa aliran teologi yang konsep
pemikirannya saling konntradiktif.
Aliran-aliran
teologi tersebut didalam studi islam biasanya memiliki disiplin ilmu tersendiri
yang disebut ilmu kalam. Di dalam
disiplin tersebut dipelajari segala seluk beluk dari sebuah aliran teologi
seperti asal usul kemunculan, tokoh pendiri, konsep ajaran, dan lain-lain.
Kemunculan
aliran-aliran teologi islam tersebut memang telah disampaikan oleh Rasulullah
SAW, namun Rasulullah menegaskan bahwa dari sekian banyak aliran tersebut hanya
akan ada satu aliran yang selamat di akhirat yaitu aliran yang berpegang kepada
Al Qur’an, Al Hadits, dan sunnah para sahabat.
Didalam
studi ilmu kalam, banyak dipelajari aliran-aliran teologi islam seperti aliran
murji’ah, aliran khawarij, aliran jabariyah, aliran mu’tazillah, aliran
asy’ariyah dan lain-lain. Salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut adalah
aliran qadariyah yang akan kami bahas di dalam makalah kami ini.
B. Rumusan Masalah
Dari
paparan singkat sebelumnya, maka yang akan menjadi fokus pembahasan makalah
kami ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa itu aliran qadariyah?
2.
Bagaimana awal kemunculan aliran qadariyah?
3.
Bagaimana paham-paham aliran
qadariyah?
C. Tujuan penulisan.
Berdasarkan
latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka tujuan dari penulisan makalah kami ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
aliran qadariyah
2.
Mengetahui
sejarah kemunculan aliran qadariyah
3.
Mengetahui
paham-paham aliran qadariya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Aliran Qadariyah
Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam
yang menjadi objek kajian dalam ilmu kalam.
Secara bahasa
“kata qadariyah berasal dari kata bahasa arab yaitu qadara yang berarti kemampuan
dan kekuatan.[1]
Secara
terminologi kata qadariyah didefenisikan sebagai “sebuah aliran yang
mempercayai bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah.[2]
Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Harun Nasution menegaskan bahwa “aliran ini berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknnya dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar tuhan.[3]
Menurut
pendapat qadariyah bahwa manusia mempunyai kemampuan dan kebebasan berbuat dan sekalian perbuatan
manusia diciptakan oleh manusia sendiri bukan oleh allah swt dengan didasarkan
kepada firman allah. Al-Ra’du 11 yang artinya:
“bahwasannya allah tidak bisa merubah nasib sesuatu kaum, kalau
mereka sendiri tidak merubahnya”
Menurut
arti diatas jelas bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berbuat dan tuhan
tidak bisa
merubah nasib manusia kecuali mereka sendiri merubah nasibnya. Dalam hal itu nampak bahwa manusia diberi kekuasaan
untuk berbuat.
Begitu
juga manusia bebas memilih sesuatu perbuatan menurut kehendaknya sendiri apakah
itu berbentuk kejelekan atau juga berbentuk kebaikan, bahkan kita merasakan
sendiri bahwa seluruh perbuatan yang kita lakukan adalah hasil dari rencana
yang ada dalam hati kecil kita, adapun yang terjadi diluar kemampuan manusia
seperti gerak reflex atau marabahaya yang berada diluar dugaan, itu hanya
dorongan alam saja yang menuntut untuk terjadi demikian. Demikian menurut
aliran qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan, dan memiliki
kekuatan atau kemampuan. “sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang
dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan
kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan perbuatanya. Dalam paham qadariyah
manusia dipandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
kepada qadar atau qada tuhan[4]
B.
Sejarah
Kemunculan Aliran Qadariyah
Tentang kapan munculnya paham qadariyah dalm islam,
secara pasti tidak dapat diketahui. Namun ada sementara para ahli yang menghubungkan paham qadariyah ini dengan kaum khawarij. Pemahaman mereka
tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa
manusia mampu sepenuhnya memilih dan
menentukan tidakanya sendiri, baik atau buruk.[5]
Menurut Ahmad Amin, qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang
dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghailan adalah
seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya qadariyah muncul,
ada baiknya bila meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan
untuk menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal
ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di
Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri.
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama
tentang masalah ini adalah seorang kristen dari Irak yang telah masuk Islam
pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghailan. Sebagian lain berpendapat
bahwa fahama ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh pengaruh
orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu.
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras
ini, pertama seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum
Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika
itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah Kepada keganasan alam, panas
yang menyengat, serta tanah dan gunungnya yang gundul. Mereka merasa dirinya
lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup kendatipun mereka sudah beragama
Islam. Karena itu, ketika faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat
menerimanya. Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan dokterin Islam.
Kedua, tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini
sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham
Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham
Qadariyah sebagai satu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat,
yang pada gilirannya mampu mengkeritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap
tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.
C.
Tokoh
Aliran Qadariyah
Dalam menetapkan kapan munculnya dan
siapa tokoh-tokoh paham Qodariyah ini, para ahli teologi masih berbeda pendapat
dan terus menjadi perdebatan. Menurut Ahmad Amin, para ahli teologi ada yang
berpendapat bahwa Qodariyah pertama dimunculkan oleh Ma’bad Al- Jauhani pada
tahun w. 80 H dan Ghilan Ad-Dimasyqy[6].
Ma’bad merupakan seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada
Hasan al-Bisri. Sementara Ghilan adalah seorang orator berasal dari Damaskus
dan ayahnya adalah seorang maula Utsman bin Affan.
Sedangkan
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh al-uyun, seperti dikutib oleh Ahmad Amin
(1886-1954 M), memberikan pernyataan lain bahwa yang pertama memunculkan paham
qodariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam
dan Kembali lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghilan
mengambil dan mendapat paham Qodariyah ini.[7]
Orang Irak yang dimaksud bernama Susan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Muhammad Ibn Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai[8]
Sementara
menurut W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut
Ritter dalam bahasa Jerman yang dipublikasikan melalui majalah Der
Islam pada tahun 1933. Dalam artikel itu menjelaskan bahwa paham Qodariyah
terdapat dalam Risalah yang ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan Bisri
sekitar tahun 700 M. Hasan Bisri (642-728) adalah anak seorang yang berstatus
tahanan di Irak, lahir di Madinah, tetapi pada tahun 657 pergi ke Basrah dan
tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Dan apakah Hasan Bisri adalah seorang
qodariyah atau bukan, hal ini masih menjadi perdebatan. Tapi yang jelas
dalam Risalah tersebut, Hasan Bisri menyatakan bahwa manusia dapat memilih
secara bebas antara baik dan buruk. Hasan Bisri yakin dan percaya bahwa manusia
bebas memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk.
Ma’bad
al-Jauhani dan Ghilan, menurut Watt adalah penganut Qodariyah yang hidup
setelah Hasan Bisri. Apabila dihubungkan dengan keterangan az-zahabi dalam
Mizan al-I’tidal, seperti dikutip oleh Ahmad Amin yag menyatakan bahwa Ma’bad
al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan bisri.
D.
Sekta /
Kelompok Aliran Qadariyah
Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya,
faham Qadariyah pun terpecah menjadi beberapa kelompok. Banyak pendapat tentang
perpecahan Qadariyah ini, diantaranya dikatakan bahwa faham Qadariyah terpecah
menjadi dua puluh kelompok besar, yang setiap kelompok dari mereka mengkafirkan
kelompok yang lainnya. Dua puluh aliran dari Qadariyah itu adalah Washiliyah,
‘Amruwiyah, Hudzaliyah, Nazhamiyah, Murda¬riyah, Ma‘mariyah, Tsamamiyah,
Jahizhiyah, Khabithiyah, Himariyah, Khiyathiyah, Syahamiyah, Ashhab Shalih Qubbah,
Marisiyah, Ka‘biyah, Jubbaiyah, Bahsyamiyah, Murjiah Qadariyah. Dari
Bahsyamiyah lahir pula aliran besar, yakni Khabithiyah dan Himariyah.
Dan sesungguhnya Qadariyah
terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui
jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri
dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Inilah keadaan
ahlul bid’ah yang mana mereka selalu dalam perpecahan dan selalu menciptakan
pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan.
Namun berapa banyak pun jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal ini berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.
Namun berapa banyak pun jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal ini berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.
Golongan Qadariyah yang pertama
adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu
selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak,
tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya, dan kami tidak
mengharamkan apapun.
Yang kedua, Qadariyah majusiah,
adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya,
sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah
dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang
bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak
mengetahuinya.
Dan yang ketiga Qadariyah Iblisiyah,
mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala
dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia
menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga
tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu: Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir, dan Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.
Aliran qadariyah terutama dalam menafsirkan ayat ayat qur’an dan hadits selalu didasarkan kepada kekuatan akal, bahkan sudah tersebut dalam sejarah bahwa salah satu keistimewaan mereka adalah cara mereka membentuk madzhabnya, banyak mempergunakan akal dan lebih mengutamakan akal bukan mengutamakan qur’an dan hadits.
Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu: Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir, dan Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.
Aliran qadariyah terutama dalam menafsirkan ayat ayat qur’an dan hadits selalu didasarkan kepada kekuatan akal, bahkan sudah tersebut dalam sejarah bahwa salah satu keistimewaan mereka adalah cara mereka membentuk madzhabnya, banyak mempergunakan akal dan lebih mengutamakan akal bukan mengutamakan qur’an dan hadits.
Bagi
mereka kedudukan akal itu berada di atas qur’an dan hadits dan jika ditimbang
antara akal dengan hadits nabi saw. Maka akal lebih berat bagi mereka, mereka
lebih memuja akal dbandingkan dengan ayat ayat suci al-qur’an.
Karena
itu jika datang suatu ketereangan maka ditimbangnya lebih dahulu dengan
akalnya. Jika keterangan itu tidak sesuai dengan akalnya maka dibuangnya
walaupun ada hadits atau qur’an yang bertalian dengan masalah itu, seperti:
a.
Kaum
qadariyah dan mu’tazilah menolak adanya bangkit dikubur dan siksa kubur karena
hal itu bertentanagan dengan akal
b.
Kaum
qadariyah dan mu’tazilah menolak adanya mi’raj karena bertentangan dengan akal
Hal itu kelihatan dari tafsir tafsir
yang dikarang mereka seperti tafsir al-kas-syaf yang dikarang oleh zamakhsyari
dan tafsir al-ma’ali yang dikarang oleh syarif al-murtadha, dalam tafsir
tersebut banyak ditonjolkan penafsiran
berdasarkan akal pikiran.[9]
E.
Paham
Teologis Aliran Qadariyah
Dalam ajaranya, aliran qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang
amat menentukan dalam gerak laku dan
perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya sendiri atau untuk tidak
melaksanakan kehendaknya ini dalam menentukan
keputusan yang menyangkut pernuatanya sendiri, manusialah yang menentukan, tanpa ada campur tangan tuhan.
Selanjutnya qadariyah, sebagaimana dikemukakan
ghailan berpendapat bahwa manusia
berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaanya
sendiri, dan manusia pula yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan
perbuatan jahat atas kemampuan dan dayanya sendiri.
Penjelasan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai qudrah
lebih lanjut dijelaskan oleh Ali mushthafa al-Ghurabi antara lain menyatakan bahwa sesungguhnya
allah telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat
melaksanakan apa yang dibebankan oleh tuhan kepadanya, karena jika allah memberi beban kepada manusia, namun ia tidak memberikan
kekuatan kepada manusia, maka beban itu adalah sia sia, sedangkan kesia-sian itu bagi allah adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi.[10]
Pemahaman tentang qadariyah ini jangan dikacaukan dengan pemahaman tentang sifat
al-qudrat yang dimiliki oleh Allah, karena pemahaman terhadap sifat al-qudrat
ini lebih ditujukan kepada upaya ma’rifat kepada allah, sedangkan paham qadariyah lebih ditujukan
kepada qudrat yang dimiliki manusia. Namun terdapat perbedaan antara qudrat
yang dimiliki manusia dengan qudrat yang dimiliki tuhan. Qudrat tuhan adalah
bersifat abadi, kekal, berada pada zat allah, tunggal, tidak berbilang dan
berhubungan dengan segala yang dijadikan objek kekuatan, serta tidak berakhir
dalam hubunganya denga zat[11]
Dijumpai ayat ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah
sebagaimana disebutkan
diatas,
Dalam surat al-Ra’d ayat
11. Yang artinya:
“sesungguhnya
allah tidak mengubah keadaan sesuatu
bangsa, kecuali jika bangsa itu megubah
kedaan diri mereka sendiri”
Dalam surat al-sajadah
ayat 40. Yang artinya:
“Kerjakanlah
apa yang kamu kehendakinya, sesungghuhnya ia melihat apa yang kamu perbuat”
Dalam surat al-kahfi ayat
29. Yang artinya:
“Katakanlah;
kebenaran itu dari tuhanmu, barang siapa yang mau berimanlah ia, dan
barangsiapa yang mau janganlah ia
beriman”
Dengan
demikian paham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah
beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau keluar dari
islam.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah
singkat kami ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Aliran qadariyah adalah salah satu
aliran teologi islam yang berpaham bahwa segala tindakan manusia tidak
diinterfensi oleh Allah melainkan atas kemampuann dan pilihan manusia itu
sendiri , mau melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk.
2. Secara jelas awal kemunculan aliran
qadariyah belum diketahui, tapi ada beberapa sumber menjelaskan bahwa
kemunculan aliran qadariyah dipelopori oleh Ma’bat Al Jauhani dan Ghailan
Ad-Dimasyqy.
3. Menurut qadariyah takdir adalah
ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan seluruh isinya sejak awal
yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah sunnatullah, dan secara
alamiah manusia tidak dapat merubahnya, tapi manusia dapat melakukan sesuatu
untuk memperbaiki takdir tersebut dengan kemampuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni,
Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar
Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996)
Taib Muin, Abdul, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1997),
Nasution Harun,
Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 2002),
Amin Ahmad, fajr al-islam
: maktabah an-nahza al-misriyah li ashabiha hasan Muhammad wa
auladihi, (kairo:1924)
Al-Bagdadi, al-farq
Bain al-Firaq, maktabah Muhammad Ali Subeih, (kairo:1924)
Asmuni Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan
Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
Ali
mushthafa al-Guraby, tarikh al-Firaq
al-Islami Nasy’atu al-Kalam inda al-muslimin, muktabah wa mathba’ah
Muhammad Ali shabih khaladu, (al-Azhar:
Mesir)
[1]. Abdul Muin Taib, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1997),
hlm. 23
[2]. Ibid,
hlm. 24
[3].Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-Aliran
Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 2002), hlm. 31
[6] .
Ahmad Amin, fajr
al-islam, maktabah an-nahza al-misriyah li ashabiha hasan Muhammad wa auladihi,
kairo,1924, hlm.284
[7] . ibid, hlm.284
[9]
. Yusran Asmuni,
Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
[10]Ibid., hlm. 32.
[11]
Ali mushthafa al-Guraby, tarikh al-Firaq
al-Islami Nasy’atu al-Kalam inda al-muslimin, muktabah wa mathba’ah
Muhammad Ali shabih khaladu, al_-Azhar, Mesir, ll, hlm. 174
0 komentar:
Posting Komentar