Home » »

Posted by Makalah Kita on Sabtu, 09 Mei 2015



ALIRAN QODDARIYAH









JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
1435 H / 2014 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul Aliran Qoddariyah.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada  :
1.    Dosen pengampu Mata Kuliah Ilmu Kalam dan Tauhid yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2.    Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis.
3.    Teman-teman satu kelompok, berkat  bekerjasamanya sehinga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Aliran Qoddariyah. Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Wassalamu’alaikum.
Metro, Oktober 2014
Penyusun




DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.   Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aliran Qadariyah.............................................................. 3
B.    Sejarah Kemunculan Aliran Qadariyah............................................. 4
C.   Tokoh Aliran Qadariyah..................................................................... 6
D.   Sekta Qadariyah................................................................................ 7
E.    Paham Teologis Qadariyah............................................................... 9
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmatan lil`alamin yang majemuk yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan rasul-Nya Muhammad SAW di muka bumi ini.
Kemajemukan islam terlihat pada beragamnya pendapat para ulama islam khususnya dalam bidang fiqih, dan hal tersebut tidak menjadi masalah selama tidak bertentangan dengan sumber hukum utama dalam islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.
Meskipun mentolerir keberagaman, dalam hal tauhid islam tidak akan pernah mentolerir adanya keberagaman, didalam islam Allah itu Esa dan sampai kapanpun Allah tetap Esa dan jika ada pendapat yang meragukan hal tersebut maka secara otomatis ia dapat dikategorikan sebagai kafir.
Keberagamann islam juga terlihat dari banyaknya aliran teologi yang juga memiliki konsep pemikiran yang beragam bahkan ada beberapa aliran teologi yang konsep pemikirannya saling konntradiktif.
Aliran-aliran teologi tersebut didalam studi islam biasanya memiliki disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu kalam. Di dalam disiplin tersebut dipelajari segala seluk beluk dari sebuah aliran teologi seperti asal usul kemunculan, tokoh pendiri, konsep ajaran, dan lain-lain.
Kemunculan aliran-aliran teologi islam tersebut memang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, namun Rasulullah menegaskan bahwa dari sekian banyak aliran tersebut hanya akan ada satu aliran yang selamat di akhirat yaitu aliran yang berpegang kepada Al Qur’an, Al Hadits, dan sunnah para sahabat.
Didalam studi ilmu kalam, banyak dipelajari aliran-aliran teologi islam seperti aliran murji’ah, aliran khawarij, aliran jabariyah, aliran mu’tazillah, aliran asy’ariyah dan lain-lain. Salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut adalah aliran qadariyah yang akan kami bahas di dalam makalah kami ini.

B.   Rumusan Masalah
Dari paparan singkat sebelumnya, maka yang akan menjadi fokus pembahasan makalah kami ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa itu aliran qadariyah?
2.      Bagaimana awal kemunculan aliran qadariyah?
3.      Bagaimana paham-paham aliran qadariyah?
C.    Tujuan penulisan.
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penulisan makalah kami ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui aliran qadariyah
2.    Mengetahui sejarah kemunculan aliran qadariyah
3.    Mengetahui paham-paham aliran qadariya










BAB II
PEMBAHASAN
A.           Aliran Qadariyah
Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang menjadi objek kajian dalam ilmu kalam.
Secara bahasa “kata qadariyah berasal dari kata bahasa arab yaitu qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan.[1]
Secara terminologi kata qadariyah didefenisikan sebagai “sebuah aliran yang mempercayai bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah.[2]
Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Harun Nasution menegaskan bahwa “aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknnya dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar tuhan.[3]
Menurut pendapat qadariyah bahwa manusia mempunyai kemampuan dan kebebasan berbuat dan sekalian perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri bukan oleh allah swt dengan didasarkan kepada firman allah. Al-Ra’du 11 yang artinya:
“bahwasannya allah tidak bisa merubah nasib sesuatu kaum, kalau mereka sendiri tidak merubahnya”
Menurut arti diatas jelas bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berbuat dan tuhan tidak bisa merubah nasib manusia kecuali mereka sendiri merubah nasibnya. Dalam hal itu nampak bahwa manusia diberi kekuasaan untuk berbuat.
Begitu juga manusia bebas memilih sesuatu perbuatan menurut kehendaknya sendiri apakah itu berbentuk kejelekan atau juga berbentuk kebaikan, bahkan kita merasakan sendiri bahwa seluruh perbuatan yang kita lakukan adalah hasil dari rencana yang ada dalam hati kecil kita, adapun yang terjadi diluar kemampuan manusia seperti gerak reflex atau marabahaya yang berada diluar dugaan, itu hanya dorongan alam saja yang menuntut untuk terjadi demikian. Demikian menurut aliran qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan, dan memiliki kekuatan atau kemampuan. “sedangkan sebagai aliran  dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan  manusia dalam menghasilkan  perbuatan perbuatanya. Dalam paham qadariyah manusia dipandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar atau qada tuhan[4]
B.           Sejarah Kemunculan Aliran Qadariyah
Tentang kapan munculnya paham qadariyah dalm islam, secara pasti tidak dapat diketahui. Namun ada sementara para ahli yang menghubungkan paham qadariyah ini dengan kaum khawarij. Pemahaman mereka tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia  mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tidakanya sendiri, baik atau buruk.[5]
Menurut Ahmad Amin, qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya qadariyah muncul, ada baiknya bila meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen dari Irak yang telah masuk Islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghailan. Sebagian lain berpendapat bahwa fahama ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh pengaruh orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini, pertama seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah Kepada keganasan alam, panas yang menyengat, serta tanah dan gunungnya yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup kendatipun mereka sudah beragama Islam. Karena itu, ketika faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan dokterin Islam.
Kedua, tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai satu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkeritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.

C.           Tokoh Aliran Qadariyah
 Dalam menetapkan kapan munculnya dan siapa tokoh-tokoh paham Qodariyah ini, para ahli teologi masih berbeda pendapat dan terus menjadi perdebatan. Menurut Ahmad Amin, para ahli teologi ada yang berpendapat bahwa Qodariyah pertama dimunculkan oleh Ma’bad Al- Jauhani pada tahun w. 80 H dan Ghilan Ad-Dimasyqy[6]. Ma’bad merupakan seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan al-Bisri. Sementara Ghilan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya adalah seorang maula Utsman bin Affan.
Sedangkan Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh al-uyun, seperti dikutib oleh Ahmad Amin (1886-1954 M), memberikan pernyataan lain bahwa yang pertama memunculkan paham qodariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan Kembali lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghilan mengambil dan mendapat paham Qodariyah ini.[7] Orang Irak yang dimaksud bernama Susan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Ibn Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai[8]
Sementara menurut  W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa Jerman yang dipublikasikan  melalui majalah Der Islam pada tahun 1933. Dalam artikel itu menjelaskan bahwa paham Qodariyah terdapat dalam Risalah yang ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan Bisri sekitar tahun 700 M. Hasan Bisri (642-728) adalah anak seorang yang berstatus tahanan di Irak, lahir di Madinah, tetapi pada tahun 657 pergi ke Basrah dan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Dan apakah Hasan Bisri adalah seorang qodariyah atau bukan, hal ini masih menjadi perdebatan. Tapi yang jelas  dalam Risalah tersebut, Hasan Bisri menyatakan bahwa manusia dapat memilih secara bebas antara baik dan buruk. Hasan Bisri yakin dan percaya bahwa manusia bebas memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk.
Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan, menurut Watt adalah penganut Qodariyah yang hidup setelah Hasan Bisri. Apabila dihubungkan dengan keterangan az-zahabi dalam Mizan al-I’tidal, seperti dikutip oleh Ahmad Amin yag menyatakan bahwa Ma’bad al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan bisri.
D.           Sekta / Kelompok Aliran Qadariyah
Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya, faham Qadariyah pun terpecah menjadi beberapa kelompok. Banyak pendapat tentang perpecahan Qadariyah ini, diantaranya dikatakan bahwa faham Qadariyah terpecah menjadi dua puluh kelompok besar, yang setiap kelompok dari mereka mengkafirkan kelompok yang lainnya. Dua puluh aliran dari Qadariyah itu adalah Washiliyah, ‘Amruwiyah, Hudzaliyah, Nazhamiyah, Murda¬riyah, Ma‘mariyah, Tsamamiyah, Jahizhiyah, Khabithiyah, Himariyah, Khiyathiyah, Syahamiyah, Ashhab Shalih Qubbah, Marisiyah, Ka‘biyah, Jubbaiyah, Bahsyamiyah, Murjiah Qadariyah. Dari Bahsyamiyah lahir pula aliran besar, yakni Khabithiyah dan Himariyah.
Dan sesungguhnya Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Inilah keadaan ahlul bid’ah yang mana mereka selalu dalam perpecahan dan selalu menciptakan pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan.
Namun berapa banyak pun jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal ini berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.
Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
Yang kedua, Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
Dan yang ketiga Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu: Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir, dan Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.
Aliran qadariyah terutama dalam menafsirkan ayat ayat qur’an dan hadits selalu didasarkan kepada kekuatan akal, bahkan sudah tersebut dalam sejarah bahwa salah satu keistimewaan mereka adalah cara mereka membentuk madzhabnya, banyak mempergunakan akal dan lebih mengutamakan akal bukan mengutamakan qur’an dan hadits.
Bagi mereka kedudukan akal itu berada di atas qur’an dan hadits dan jika ditimbang antara akal dengan hadits nabi saw. Maka akal lebih berat bagi mereka, mereka lebih memuja akal dbandingkan dengan ayat ayat suci al-qur’an.
Karena itu jika datang suatu ketereangan maka ditimbangnya lebih dahulu dengan akalnya. Jika keterangan itu tidak sesuai dengan akalnya maka dibuangnya walaupun ada hadits atau qur’an yang bertalian dengan masalah itu, seperti:
a.       Kaum qadariyah dan mu’tazilah menolak adanya bangkit dikubur dan siksa kubur karena hal itu bertentanagan dengan akal
b.      Kaum qadariyah dan mu’tazilah menolak adanya mi’raj karena bertentangan dengan akal
Hal itu kelihatan dari tafsir tafsir yang dikarang mereka seperti tafsir al-kas-syaf yang dikarang oleh zamakhsyari dan tafsir al-ma’ali yang dikarang oleh syarif al-murtadha, dalam tafsir tersebut  banyak ditonjolkan penafsiran berdasarkan akal pikiran.[9]
E.            Paham Teologis Aliran Qadariyah
Dalam ajaranya, aliran qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya  sendiri atau untuk tidak melaksanakan kehendaknya ini dalam menentukan  keputusan yang menyangkut pernuatanya sendiri,  manusialah yang menentukan, tanpa ada campur tangan tuhan.
Selanjutnya qadariyah, sebagaimana dikemukakan ghailan  berpendapat bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaanya sendiri, dan manusia pula yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan perbuatan jahat atas kemampuan dan dayanya sendiri.
Penjelasan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai qudrah lebih lanjut dijelaskan oleh Ali mushthafa al-Ghurabi  antara lain menyatakan bahwa sesungguhnya allah telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang dibebankan oleh tuhan kepadanya, karena jika allah memberi beban kepada manusia, namun ia tidak memberikan kekuatan kepada manusia, maka beban itu adalah sia sia, sedangkan kesia-sian itu bagi allah adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi.[10]
Pemahaman tentang qadariyah ini jangan dikacaukan dengan pemahaman tentang sifat al-qudrat yang dimiliki oleh Allah, karena pemahaman terhadap sifat al-qudrat ini lebih ditujukan kepada upaya ma’rifat kepada allah,  sedangkan paham qadariyah lebih ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia. Namun terdapat perbedaan antara qudrat yang dimiliki manusia dengan qudrat yang dimiliki tuhan. Qudrat tuhan adalah bersifat abadi, kekal, berada pada zat allah, tunggal, tidak berbilang dan berhubungan dengan segala yang dijadikan objek kekuatan, serta tidak berakhir dalam hubunganya denga zat[11]
Dijumpai ayat ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah sebagaimana disebutkan diatas,
Dalam surat al-Ra’d ayat 11. Yang artinya:
“sesungguhnya allah tidak  mengubah keadaan sesuatu bangsa, kecuali jika bangsa itu  megubah kedaan diri mereka sendiri”
Dalam surat al-sajadah ayat 40. Yang artinya:
“Kerjakanlah apa yang kamu kehendakinya, sesungghuhnya ia melihat apa yang kamu perbuat”
Dalam surat al-kahfi ayat 29. Yang artinya:
“Katakanlah; kebenaran itu dari tuhanmu, barang siapa yang mau berimanlah ia, dan barangsiapa yang mau janganlah  ia beriman”
Dengan demikian paham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau keluar dari islam.
















BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah singkat kami ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Aliran qadariyah adalah salah satu aliran teologi islam yang berpaham bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah melainkan atas kemampuann dan pilihan manusia itu sendiri , mau melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk.
2. Secara jelas awal kemunculan aliran qadariyah belum diketahui, tapi ada beberapa sumber menjelaskan bahwa kemunculan aliran qadariyah dipelopori oleh Ma’bat Al Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
3. Menurut qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah sunnatullah, dan secara alamiah manusia tidak dapat merubahnya, tapi manusia dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki takdir tersebut dengan kemampuannya.

DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)

 Taib Muin, Abdul, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1997),
Nasution Harun, Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 2002),
Amin Ahmad, fajr al-islam  : maktabah an-nahza al-misriyah li ashabiha hasan Muhammad wa auladihi, (kairo:1924)
Al-Bagdadi, al-farq  Bain al-Firaq, maktabah Muhammad Ali Subeih, (kairo:1924)
Asmuni Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)

Ali mushthafa al-Guraby, tarikh al-Firaq al-Islami Nasy’atu al-Kalam inda al-muslimin, muktabah wa mathba’ah Muhammad Ali shabih khaladu, (al-Azhar: Mesir)



[1]. Abdul Muin Taib, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1997), hlm. 23

[2].  Ibid, hlm. 24
[3].Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 2002), hlm. 31
[4] .Prof.Dr.Harun Nasution, op.cit., hlm. 26
[5]. Ibid, hlm. 31
[6] . Ahmad Amin, fajr al-islam, maktabah an-nahza al-misriyah li ashabiha hasan Muhammad wa auladihi, kairo,1924, hlm.284
[7] . ibid, hlm.284
[8] . Al-Bagdadi, al-farq  Bain al-Firaq, maktabah Muhammad Ali Subeih, kairo,hlm.18

[9] . Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)


[10]Ibid., hlm. 32.
[11] Ali mushthafa al-Guraby, tarikh al-Firaq al-Islami Nasy’atu al-Kalam inda al-muslimin, muktabah wa mathba’ah Muhammad Ali shabih khaladu, al_-Azhar, Mesir, ll, hlm. 174


0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.
.comment-content a {display: none;}